Ayo...Berzakat



Assalamualaikum WR...WB...Halo semua..... Sebentar lagi hari yang dinantikan seluruh umat muslim di dunia akan segera tiba. 
Hari Raya Idul Fitri 1436 Hj  sudah berada dipelupuk mata.  Saat ini kita masih menjalankan Ibadah puasa dan menjalankan kegiatan-kegitan yang lain seperti Taraweh, Tadarus, dan kegiatan-kegiatan yang lain.
BTW... Lebaran kan sudah hampir tiba.... Tapi sudahkah kita melaksanakan tugas kita yang penting juga. Berbagi kebahagiaan dengan saudara-saudara kita yang membutuhkan... Ya betul sekali.... Zakat.
Sekarang sudah banyak tempat-tempat membayar zakat, di masjid, di langgar, di surau atau yang lainnya. Zakat... Sedikit berbagi mengenai zakat ni.....
Zakat itu ada dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat maal.

Zakat fitrah adalah zakat yang biasa kalian tunaikan saat bulan Ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri, yaitu beras atau sejenisnya seberat 2,5 kg, atau juga uang senilai dengannya. Ini zakat yang tergolong mudah untuk sebagian umat, sampai-sampai anak-anak yang masih belum mampu dibantu zakatnya oleh orang tua, karena emang adik belum mampu mencari uang. Alangkah indahnya, bila zakat fitrah ini adalah hasil kerja kita dalam mencari penghasilan yang halal bukan dari hasil minta-minta ke orang tua tersayang, sanak famili atau kerabat. dan sampai suatu saat nanti gantian anak-anak kecil yang kemudian dewasa harus bisa membayar zakat itu sendiri dan malah membayarkan juga untuk orang tua adik-adik yang telah pensiun bekerja. Ok khan? Hitung-hitung menambah pahala dengan berbakti kepada orang tua.
Kita harus bersyukur karena selama ini kita telah dikaruniai nikmat yang lebih besar, kita bisa makan enak tiap hari, kita bisa pakai baju bagus, bisa jajan setiap istirahat, bisa sekolah, dan masih banyak lagi nikmat lainnya yang Allah lebihkan pada diri dan keluarga kita…. Naah, sebagai perwujudan rasa syukur, kita juga harus bisa mencari dan membelanjakan rezeki tersebut di jalan yang Allah sukai….
OK sampai di sini ada pertanyaan? Bila tidak ada dan biasanya memang tidak ada, kita teruskan pada bagian zakat maal.
Bagi yang sudah punya harta milik sendiri, punya tabungan di Bank sebesar lebih 1,3 juta rupiah selama lebih dari setahun, tidak punya hutang, ….nah itu adalah sebagian dari syarat-syarat kekayaan muslim untuk dapat menunaikan kewajiban zakatnya. Ok mari kita lihat syarat kekayaan apa yang perlu di usahakan untuk dapat menunaikan rukun Islam ketiga ini…lets go
Ada beberapa batasan tentang sifat kekayaan yang dapat dizakatkan, yaitu:
a.    Kepemilikan Harta Secara Penuh
Maksudnya, harta tersebut adalah miliknya sendiri, bukan harta pinjaman atau wewenang orang lain. Kekayaan itu harus berada ditangannya dan tidak tersangkut dengan hak orang lain. Dan yang dimaksud dengan ‘pemilikan’ di sini bukanlah dengan arti yang sesungguhnya, karena yang yang memiliki segala sesuatu adalah Allah. Yang dimaksud dengan pemilikan di sini hanyalah penyimpanan, pemakaian, dan pemberian wewenang yang diberikan Allah kepada manusia.
Oleh karena itu pengertian pemilikan sesuatu oleh manusia adalah bahwa manusia itu lebih berhak menggunakan dan mengambil manfaat sesuatu daripada orang lain. Hal itu dengan cara menguasai sesuatu itu melalui cara-cara pemilikan yang legal, misalnya dengan bekerja, mendapat warisan, dan lain-lain yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan Allah. Jadi kita tidak boleh mengeluarkan zakat dari sesuatu yang bukan milik kita…
Berdasarkan uraian di atas, apabila kekayaan tidak punya pemilik maka kekayaan itu tidak dapat dizakatkan, misalnya kekayaan pemerintah yang berasal dari zakat atau pajak. Selain itu, kekayaan yang diperoleh dari cara yang tidak baik atau haram tidak dapat di zakatkan, karena cara mendapatkan kekayaan tidak sesuai dengan aturan Islam.
Harta yang diperoleh dengan jalan perampasan, pencurian, penipuan, riba, sogokan, spekulasi dan lain-lain, yang diperoleh dengan jalan mengambil kekayaan orang lain dengan jalan tidak benar, tidak ada zakat atasnya. Karena pada hakikatnya kekayaan yang diperoleh secara tidak sah itu dianggap bukan harta miliknya. Rasulullah saw pernah bersabda, “Tidak diterima sedekah dari harta yang ghulul”. Ghulul adalah kekayaan yang didapatkan secara tidak sah.
Ketentuan tentang kekayaan yang dapat dizakatkan adalah bahwa kekayaan itu dikembangkan dengan sengaja atau mempunyai potensi untuk berkembang. Pengertian ‘berkembang’ menurut bahasa sekarang adalah bahwa sifat kekayaan itu memberikan keuntungan, pendapatan, keuntungan investasi, atau pemasukan. Ataupun kekayaan itu berkembang dengan sendirinya, artinya bertambah, berkembang biak dan menghasilkan produksi.
Dapatkah adik-adik memberikan contoh kekayaan yang berkembang? Iya…misalnya adik-adik punya peternakan sapi..tadinya kan cuma ada satu atau dua ekor…terus sapinya beranak pinak, selain itu ia juga menghasilkan susu, artinya ia berproduksi. Nah itu termasuk kekayaan yang berkembang.
Hikmah dari persyaratan ini adalah agar dalam menunaikan zakat tidak membuat orang yang yang berzakat jatuh miskin, namun hanya memberikan kelebihan dari kekayaan yang ia miliki. Penunaian zakat atas kekayaan yang tidak berkembang akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Contohnya orang menjadi kekurangan harta untuk mencukupi kebutuhan hidupnya karena ia mengeluarkan zakat untuk sesuatu kekayaan yang tidak pernah bertambah. Karena itu, benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Tidak akan berkurang kekayaan karena zakat”, karena zakat itu hanya sejumlah kecil saja yang dikeluarkan dari suatu kekayaan yang banyak.
Bila pertumbuhan merupakan syarat kekayaan wajib zakat, maka timbul pertanyaan apakah kekayaan yang tidak dapat dikembangkan wajib zakat yang akan mengakibatkan kekayaan itu bisa habis dimakan zakat itu, ataukah kekayaan itu tidak wajib zakat yang berakibat kekayaan itu tetap utuh karena tidak dikeluarkan zakatnya. Untuk menjawab pertanyaan itu perlu diperhatikan bahwa tidak dapatnya kekayaan itu dikembangkan ada dua sebab. Pertama, karena kekayaan itu sendiri memang tidak mungkin dikembangkan dan kedua, karena kelemahan pemiliknya sendiri.
Kekayaan yang tidak dapat dikembangkan, misalnya kekayaan itu dirampas oleh orang lain sedangkan ia tidak mempunyai bukti-bukti, piutang yang tidak mungkin diharapkan kembali, terkubur di tempat yang tidak diketahui atau lainnya. Maka kekayaan itu memang di luar kekuasaan pemilik, dan karenanya tidak wajib zakat sampai kekayaan itu berada di tangannya.
Jadi sebelum kekayaan itu sampai pada pemiliknya maka ia tidak wajib zakat. Tetapi, apabila kesalahan berada di pihak pemiliknya sendiri, maka ia harus mengeluarkan zakat tanpa melihat apa pun penyebabnya sehingga ia tidak mampu mengembangkan kekayaannya tersebut.
Hal itu karena setiap muslim dituntut untuk mencari usaha dan menempuh segala macam cara yang legal untuk menginvestasi kekayaannya, baik olehnya sendiri maupun bekerjasama dengan orang lain. Seorang muslim tidak boleh merasa tidak mampu melakukan upaya dan menyingkirkan segala rintangan.
Jadi setiap muslim harus berusaha, bekerja dan mencari penghasilan dan itu bisa dilakukan dengan cara menginvestasikan kekayaannya agar berkembang. Setelah itu baru wajib dikeluarkan zakatnya.
Naahh… dari ketentuan di atas, jelaslah bagi kita bahwa semua kekayaan yang berkembang pantas menjadi subjek atau sumber zakat.
Islam tidak mewajibkan zakat atas seberapa saja besar kekayaan yang berkembang sekalipun kecil sekali, tetapi memberi ketentuan sendiri, yaitu sejumlah tertentu yang dalam ilmu fiqih disebut nisab, yaitu mencapai kuantitas tertentu yang ditetapkan hukum syara’. Jadi, sebelum sampai batas nisabnya maka seseorang tidak wajib membayar zakat. Adapun nisab masing-masing jenis harta berbeda-beda. Misalnya, nisab hewan ternak kambing adalah 40 ekor, ternak unta nisabnya lima ekor, biji dan kurma nisabnya lima kwintal, dan sebagainya. Penetapan ukuran nisab tersebut ditegaskan dalam beberapa hadits Rasulullah…
Penetapan ukuran nisab tersebut pun ternyata mengandung hikmahnya tersendiri. Ditetapkannya lima kwintal biji dan kurma, karena sesuai dengan kebutuhan minimal rumah tangga selama setahun. Hal ini oleh karena rumah tangga minimal terdiri dari suami, istri, seorang pembantu atau seorang anak mereka, dan besar kebutuhan makanan pokok seseorang adalah satu gantang beras yang apabila mereka masing-masing makan sebesar itu diperkirakan jumlahnya akan cukup bagi mereka untuk satu tahun, dan lebihnya bisa untuk lauk pauk dan simpanan. Jadi, bagi mereka yang memiliki harta lebih dari lima kwintal biji dan kurma, maka berarti ia telah mendapatkan kelebihan, sehingga ia harus mengeluarkan zakatnya.
Uang perak ditetapkan satu ‘wasak’ atau 200 dirham oleh karena besar jumlah itu juga diperkirakan cukup bagi kebutuhan rumah tangga minimal setahun penuh, bila harga tidak naik dan yang menjadi patokan adalah harga yang berlaku di negara-negara yang harganya stabil.
Sedangkan jumlah unta ditetapkan minimal lima ekor yang harus dikeluarkan zakatnya satu ekor kambing, sekalipun prinsipnya adalah bahwa zakat dikeluarkan dari jenis yang sama dari yang dizakatkan, namun unta adalah binatang ternak yang paling besar badannya dan paling banyak kegunaannya, bisa dipotong, ditunggangi, diambil susunya, diternakkan, diambil bulunya, dan sebagainya.
Satu ekor unta pada waktu itu sama nilainya dengan 8, 10 atau 12 ekor kambing, sebagaimana dikatakan oleh banyak hadits. Yang apabila ditetapkan nisabnya lima ekor akan sama dengan nisab minimal kambing yang harus dikeluarkan zakatnya seekor kambing. Jadi, kalau adik-adik punya 17 ekor unta berapa ekor kambing yang harus dizakatkan?
Ketentuan bahwa kekayaan yang terkena wajib zakat harus sampai senisab, disepakati oleh para ulama, kecuali tentang hasil pertanian, buah-buahan dan logam mulia.
Diantara ulama-ulama fiqih ada yang menambah ketentuan nisab dari kekayaan yang berkembang itu dengan lebihnya kekayaan itu dari kebutuhan biasa pemiliknya. Hal itu oleh karena dengan lebih dari kebutuhan biasa itulah seseorang disebut kaya dan menikmati kehidupan yang tergolong mewah, karena yang diperlukan adalah kebutuhan hidup biasa yang tidak dapat tidak, mesti ada dan tidak tergolong bermewah-mewahan.
Ada pula ulama-ulama yang tidak memasukkan syarat ini –yang berarti tidak harus lebih dari kebutuhan biasa ke dalam persyaratan kekayaan yang wajib dizakatkan-. Hal itu karena sesuatu yang menjadi kebutuhan biasa, biasanya tidaklah disebut berkembang atau mempunyai potensi untuk berkembang, sebagaimana jelas terlihat dalam hal rumah, hewan yang ditunggangi, pakaian, senjata, buku koleksi, dan alat-alat kerja. Menurut mereka kebutuhan merupakan persoalan pribadi yang tidak bisa dijadikan patokan, dan oleh karena itu suatu kelebihan dari kebutuhan tidak bisa diketahui dan sifatnya relatif.
Yang terpenting, yang dapat kita lihat di sini adalah bahwa kebutuhan manusia itu berubah-ubah dan berkembang sesuai dengan perubahan zaman, situasi, dan kondisi setempat. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa fikih Islam telah melepaskan diri dari pandangan kuno yang hanya melihat “objek” materinya tanpa mempertimbangkan “subjek” yaitu pemiliknya, serta situasi, kebutuhan, hutang, dan tanggungan-tanggungan rumah tangga lainnya.
Ide tersebut juga memperlihatkan bahwa fikih Islam sudah selangkah lebih maju, karena semenjak dulu telah menerapkan apa yang diinginkan oleh sistem perpajakan modern sekarang. Padahal jika zakat sudah diterapkan dengan baik dalam sebuah negara, maka tidak perlu lagi ada pajak yang lebih memberatkan.
Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat -artinya kekayaan adalah benar-benar harta miliknya- dan harus lebih dari kebutuhan primer haruslah pula cukup senisab yang sudah bebas dari hutang. Bila pemilik mempunyai hutang yang menghabiskan atau mengurangi jumlah senisab itu, maka zakat tidaklah menjadi wajib.
Zakat tidak wajib atas seseorang yang memiliki hutang, karena hak orang yang memberi hutang lebih dahulu masanya daripada hak fakir miskin. Jadi, jika seseorang memiliki hutang dan ia tidak sanggup untuk membayarnya maka ia berhak untuk mendapatkan zakat. Apalagi kalau orang sampai berhutang gara-gara ingin membayar zakat..itu jelas tidak dibenarkan.
Maksudnya adalah bahwa pemilikan yang berada di tangan pemilik sudah berlalu masanya 12 bulan Qamariyah (tahun Islam). Persyaratan setahun ini hanya buat ternak, uang, dan harta benda dagang, yaitu yang dapat dimasukkan ke dalam istilah ‘zakat modal’. Tetapi hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia, harta karun, dan lain-lain yang sejenis, tidak dipersyaratkan satu tahun, dan semuanya itu masuk ke dalam istilah ‘zakat pendapatan’
Kekayaan yang dipersyaratkan wajib zakat setelah setahun itu mempunyai potensi untuk berkembang. Tetapi hasil pertanian dan buah-buahan berkembang sendiri dan mencapai puncaknya pada saat zakat itu dikeluarkan, yang karena itu zakat harus dikeluarkan saat itu juga. Selanjutnya kekayaan itu terus berkurang, tidak berkembang dan tidak bisa dipungut lagi zakatnya.
Ditetapkannya waktu setahun untuk mengeluarkan zakat adalah karena jangka waktu itu paling tepat dan logis, dimana selama waktu tersebut, pertumbuhan bisa terjadi, perdagangan meraih keuntungan, ternak beranak-pinak. Dan ini sangatlah adil, karena apabila ditetapkan waktu sekali sebulan atau seminggu, maka akan menyakiti pemilik kekayaan. Dan bila lebih dari setahun atau sekali seumur hidup, akan menzhalimi hak fakir miskin.
Dalam Al Qur’an, terdapat beberapa jenis kekayaan yang harus dikeluarkan zakatnya:
· emas dan perak (QS 9 :34)
· tanaman dan buah-buahan (QS 6:141)
· hasil usaha (QS 2:276)
· barang-barang tambang yang dikeluarkan dari perut bumi. (QS 2:276)
Nah, setelah pembahasan arti zakat, nisab zakat dan besarnya zakat, serta siapa saja yang diwajibkan berzakat, sekarang kita akan membahas buat siapa sih zakat itu dikeluarkan… memang untuk orang yang membutuhkan, tetapi, kalau setiap orang terus ngaku-ngaku miskin biar ngedapetin harta dengan mudah, wah… zakatnya bisa salah sasaran dong…Islam adalah agama yang syamil….apa itu syamil ???… iya.. sempurna… dalam hal ini Islam juga membuat pengaturan kepada siapa zakat itu berhak diberikan….
Dalam QS At Taubah : 58-60, dijelaskan, “…..zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”….
Nah, setelah pembahasan arti zakat, nisab zakat dan besarnya zakat, serta siapa saja yang diwajibkan berzakat, sekarang kita akan membahas buat siapa sih zakat itu dikeluarkan… memang untuk orang yang membutuhkan, tetapi, kalau setiap orang terus ngaku-ngaku miskin biar ngedapetin harta dengan mudah, wah… zakatnya bisa salah sasaran dong…Islam adalah agama yang syamil….apa itu syamil ???… iya.. sempurna… dalam hal ini Islam juga membuat pengaturan kepada siapa zakat itu berhak diberikan….
Dalam QS At Taubah : 58-60, dijelaskan, “…..zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”….
a. Fakir dan Miskin
Yang pertama kali disebutkan sebagai penerima zakat adalah fakir dan miskin. Ini menunjukkan bahwa sasaran zakat ialah menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam. Tetapi, siapa yang disebut golongan fakir? Dan golongan miskin?
Pemuka ahli tafsir, Tabari menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan fakir adalah orang yang kekurangan dalam kebutuhan, tetapi dapat menjaga diri dari meminta-minta. Sedangkan yang dimaksud dengan miskin adalah orang-orang yang kurang dalam kebutuhan, tapi suka merengek-rengek dan meminta-minta. Sedangkan di kalangan mazhab sendiri masih terdapat perbedan pendapat mengenai arti dari fakir dan miskin, siapa yang parah keadaanya?
Menurut Mazhab Hanafi, golongan mustahik zakat dalam arti fakir atau miskin adalah:
· yang tidak punya apa-apa
· yang tidak mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebihan
· yang memiliki mata uang kurang dari nisab
· yang memiliki kurang dari nisab selain mata uang, seperti empat ekor unta, atau 39 ekor kambing yang nilainya tak sampai 200 dirham.
Sedangkan menurut ketiga mazhab yang lain fakir miskin adalah mereka yang kebutuhannya tak tercukupi. Yang disebut fakir adalah mereka yang tidak mempunyai harta atau penghasilan yang layak dalam memenuhi kebutuhannya: sandang, pangan, papan, dan kebutuhan pokok lainnya baik untuk diri sendiri maupun bagi mereka yang menjadi tanggungannya.
Yang disebut miskin ialah mereka yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tapi tidak semuanya tercukupi. Dari definisi tersebut dapat ditentukan bahwa, yang berhak atas zakat atas nama fakir dan miskin adalah mereka yang tak punya harta dan usaha sama sekali mereka yang punya harta atau usaha tapi tidak mencukupi untuk diri dan keluarganya, yaitu penghasilannya tidak memenuhi separuh atau kurang dari kebutuhan mereka yang punya harta atau usaha yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih kebutuhan diri dan tanggungannya, tapi tidak buat seluruh kebutuhannya.

b. Amil Zakat
Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi zakat kepada mustahiknya. Allah menyediakan upah bagi mereka dari harta zakat sebagai imbalan dan tidak diambil dari selain harta zakat.
Semua itu menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah tugas yang hanya diberikan kepada seseorang. Tetapi juga merupakan tugas negara. Negara wajib mengatur dan mengangkat orang-orang yang bekerja dalam urusan zakat. Adik-adik tahu kan nama Badan pengumpul zakat di Indonesia?
Seorang amil zakat hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Sedangkan menurut ketiga mazhab yang lain fakir miskin adalah mereka yang kebutuhannya tak tercukupi. Yang disebut fakir adalah mereka yang tidak mempunyai harta atau penghasilan yang layak dalam memenuhi kebutuhannya: sandang, pangan, papan, dan kebutuhan pokok lainnya baik untuk diri sendiri maupun bagi mereka yang menjadi tanggungannya.
Yang disebut miskin ialah mereka yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tapi tidak semuanya tercukupi. Dari definisi tersebut dapat ditentukan bahwa, yang berhak atas zakat atas nama fakir dan miskin adalah mereka yang tak punya harta dan usaha sama sekali mereka yang punya harta atau usaha tapi tidak mencukupi untuk diri dan keluarganya, yaitu penghasilannya tidak memenuhi separuh atau kurang dari kebutuhan mereka yang punya harta atau usaha yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih kebutuhan diri dan tanggungannya, tapi tidak buat seluruh kebutuhannya.

b. Amil Zakat
Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi zakat kepada mustahiknya. Allah menyediakan upah bagi mereka dari harta zakat sebagai imbalan dan tidak diambil dari selain harta zakat.
Semua itu menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah tugas yang hanya diberikan kepada seseorang. Tetapi juga merupakan tugas negara. Negara wajib mengatur dan mengangkat orang-orang yang bekerja dalam urusan zakat. Adik-adik tahu kan nama Badan pengumpul zakat di Indonesia?
Seorang amil zakat hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
· Muslim.
Zakat itu urusan kaum muslim, maka Islam menjadi syarat bagi seorang amil.
Zakat itu urusan kaum muslim, maka Islam menjadi syarat bagi seorang amil.
· Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya
· Jujur, karena ia diamanati harta kaum muslimin. Hal ini agar amil tidak bertindak sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin, karena mengikuti keinginan hawa nafsunya atau untuk mencari keuntungan memahami hukum-hukum zakat.
· Faham terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi urusan umum. Sebab bila ia tidak mengetahui hukum tak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya dan banyak berbuat kesalahan.
· Mampu menjalankan tugas dan sanggup memikul tugas.
Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melakukan tugasnya, dan sanggup memikul tugas. Kejujuran saja belum memenuhi bila tidak disertai dengan kekuatan dan kemampuan untuk bekerja.
Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melakukan tugasnya, dan sanggup memikul tugas. Kejujuran saja belum memenuhi bila tidak disertai dengan kekuatan dan kemampuan untuk bekerja.
· Disyaratkan laki-laki.
· Orang merdeka, bukan seorang hamba.
Menurut riwayat dari Syafi’i, amilin diberi zakat sebesar bagian kelompok lainnya.
Menurut riwayat dari Syafi’i, amilin diberi zakat sebesar bagian kelompok lainnya.
Golongan muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh. Kelompok muallaf terbagi atas beberapa golongan yaitu :
1.   golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok serta keluarganya
2.   golongan yang dikuatirkan kelakuan jahatnya. Mereka ini masuk ke dalam golongan mustahik dengan harapan dapat mencegah kejahatannya.
3.   golongan yang baru masuk Islam. Mereka diberi santunan agar bertambah kuat keyakinannya terhadap Islam.
4.   pimpinan dan tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam yang mempunyai sahabat-sahabat orang kafir. Dengan memberikan mereka zakat, diharapkan dapat menarik simpati mereka untuk memeluk Islam.
5.   pemimpin dan tokoh kaum muslim yang berpengaruh di kalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah.
6.   kaum muslim yang bertempat tinggal di benteng-benteng dan daerah perbatasan dengan musuh, mereka diberi dengan harapan dapat mempertahankan diri dan membela kaum muslimin lainnya yang tinggal jauh dari benteng itu.
7.   kaum muslimin yang membutuhkannya untuk mengurus zakat orang yang tidak mau mengeluarkan, kecuali dengan paksaan seperti dengan diperangi. Dalam hal ini mereka diberi zakat untuk memperlunak hati mereka, bagi penguasa, merupakan tindasan memilih di antara dua hal yang paling ringan madharatnya dan kemaslahatannya.
Zakat dalam hal ini diserahkan untuk menghilangkan perbudakan, sehingga tidak diserahkan kepada mereka untuk dimanfaatkan sekehendak hati, akan tetapi untuk menghilangkan perbudakan. Nah, perlu adik-adik ketahui bahwa pada masa Rasulullah saw. dulu perbudakan merajalela di kalangan bangsa Arab..itu tentunya sebelum hukum Islam ditegakkan. Seorang majikan berhak memperlakukan budaknya sekehendak hati mereka, bahkan mereka juga diperbolehkan untuk menyiksa budak yang mereka miliki. Nah, membebaskan budak belian berarti pula menghilangkan atau melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lantas, gimana sih cara membebaskan budak?
Ada dua cara:
Pertama, menolong hamba mukatab, yaitu budak yang telah ada perjanjian dan kesepakatan dengan tuannya, bahwa bila ia sanggup menghasilkan harta dengan nilai dan ukuran tertentu, maka bebaslah ia. Allah telah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk memberikan kesempatan pada hamba-hambaNya untuk memerdekakan dirinya. Kemudian Allah menetapkan bagian buat mereka dari harta zakat untuk membantu mereka dalam membebaskan dirinya sendiri.
Kedua, seseorang dengan harta zakatnya atau seseorang bersama-sama dengan temannya membeli seorang budak belian kemudian membebaskannya. Jadi, kalau adik-adik hidup di masa itu, dan adik-adik memiliki banyak uang atau harta maka adik-adik bisa membebaskan budak orang lain dengan cara membelinya. Setelah itu, maka budak itu bebas merdeka.
Apabila perbudakan telah hilang di alam ini, maka Islam menjadi ajaran pertama di dunia yang berusaha dengan segala caranya untuk menghilangkan segala bentuk perbudakan di dunia secara bertahap. Islam mengharamkan dengan sangat memperbudak manusia. Islam melarang seseorang menjual dirinya, anaknya maupun istrinya.
Sebaliknya, Islam merangsang untuk mengadakan pembebasan serta menjadikannya sebagai perbuatan taqorrub yang paling dicintai Allah swt. Lebih dari itu, Islam telah memberikan sebagian dari zakat untuk keperluan pembebasan, yaitu harta yang merupakan pajak yang dikeluarkan oleh sebagian besar kaum muslimin, yang senantiasa berputar pada kas negara. Dan ini adalah bagian untuk membebaskan perbudakan.
Orang yang berutang boleh menerima zakat nih…tapi siapa aja sih yang masuk ke dalam golongan ini? Apa kalo kita ngutang ke temen kita berarti kita juga berhak menerima zakat? Eit, nanti dulu…menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan Ahmad, orang yang mempunyai utang yang dimaksud disini adalah :
Orang yang Berutang Untuk Kemashalahatan Diri Sendiri dan Masyarakat
Contohnya adalah orang yang berutang untuk memenuhi nafkah, membeli pakaian, melaksanakan perkawinan, mengobati orang sakit, mendirikan rumah, membeli perabot rumah tangga, mengganti barang orang lain, dsb. Dalam hal ini orang yang mempunyai utang itu tidak berlebihan maka Imam berkewajiban membayar dari baitul mal. Tapi ada syarat-syaratnya lho…
Syarat Pertama :
Apabila ia kaya dan mampu untuk menutupi utangnya dengan uang atau benda yang dimilikinya, maka ia tidak berhak menerima bagian dari zakat. Namun bila ia kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya karena membayar hutangnya, maka ia berhak mendapat zakat sebesar sisa hutangnya yang tidak sanggup dibayarnya setelah hartanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Syarat Kedua:
Utang yang ditanggungnya itu adalah untuk melaksanakan ketaatan atau mengerjakan sesuatu urusan yang diperbolehkan. Jadi tidak dibenarkan lho berutang untuk membeli minuman keras, berjudi, atau prostitusi. Termasuk ke dalam kelompok ini juga bagi mereka yang berlebihan dalam memberi nafkah keluarganya hingga sampe ngutang..itu juga tidak berhak menerima zakat. Karena berlebih-lebihan terhadap hal yang diperbolehkan sekalipun sampai berhutang diharamkan bagi setiap muslim. Sebagaimana firman Allah swt, “Wahai Bani Adam, pergunakanlah perhiasanmu pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang berlebih-lebihan.” (QS 7: 31).
Syarat Ketiga:
Hendaknya utangnya dibayar pada waktu itu juga. Artinya tidak ada tenggang waktu antara penerimaan zakat dan pembayaran hutang.
Syarat Keempat:
Keadaan utangnya itu adalah sesuatu yang bisa ditahannya.
Orang yang mengalami bencana termasuk ke dalam golongan ini. Mereka mendapatkan berbagai bencana hidup dan mengalami musibah dalam hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan yang mendesak untuk meminjam bagi diri dan keluarganya. Dari Mujahid, ia berkata, “Tiga kelompok termasuk orang yang mempunyai hutang: (1) Orang yang hartanya terbawa banjir, (2) orang yang hartanya musnah terbakar, dan (3) orang yang mempunyai keluarga akan tetapi tidak mempunyai harta untuk menafkahi keluarganya itu”.
Diriwayatkan Imam Ahmad dan Muslim bahwa Rasulullah saw membolehkan orang yang mengalami bencana di dalam hartanya, meminta kepada penguasa bagian dari zakat, sehingga ia mempunyai kekuatan untuk menutupi kebutuhan hidupnya.
Termasuk ke dalam golongan ini pula yaitu orang-orang yang berutang karena mendamaikan dua golongan yang bersengketa. Misalnya ada dua negara berantem memperebutkan harta atau ladang minyak, lantas ada seseorang atau sekelompok orang yang merelakan hartanya sampai berhutang untuk menggantikan harta yang diperebutkan itu sebagai ganti agar tidak terjadi perang. Maka dalam hal ini ia atau mereka berhak untuk memperoleh zakat.
Sabilillah mencakup segala amal perbuatan ikhlas yang dipergunakan untuk bertaqorrub kepada Allah swt. Dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunah dan berbagai kebajikan lainnya. Arti kedua dari sabilillah adalah jihad, yaitu berperang di jalan Allah. Sedangkan maksud sabilillah pada ayat sasaran zakat adalah jihad. Pendapat ini diperkuat oleh hadits yang berbunyi, “Bahwa sedekah itu tidak halal bagi orang kaya, kecuali lima kelompok.” Antara lain orang yang berutang dan yang berperang di jalan Allah.
Sesungguhnya jihad itu kadangkala bisa dilakukan dengan tulisan dan ucapan sebagaimana bisa dilakukan pula dengan pedang dan pisau atau pistol dan granat. Kadangkala jihad itu dilakukan dalam bidang pemikiran, pendidikan, sosial, ekonomi, politik sebagaimana halnya dilakukan dengan kekuatan bala tentara. Seluruh jihad ini membutuhkan bantuan dan dorongan materi. Yang penting jihad dalam hal ini dimaksudkan untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi.
Jadi apa aja sih contoh sabilillah pada zaman sekarang? Contohnya adalah membebaskan negara Islam dari hukum orang kafir…kalo semua orang yang memenuhi syarat berzakat, maka bisa deh Insya Allah kita mendirikan hukum Islam di negara ini. Contoh lainnya adalah bekerja mengembalikan hukum Islam misalnya dengan mendirikan pusat kegiatan Islam, mendirikan percetakan surat kabar yang baik untuk menandingi berita-berita surat kabar yang menyesatkan, menyebarkan buku-buku Islam yang baik atau dengan menolong para da’i yang menyeru pada ajaran Islam yang benar. Jika kita ikut berjuang dalam pergerakan tersebut maka kita berhak menerima zakat untuk dapat berjalannya aktivitas perjuangan menegakkan Islam.
Ibnu sabil adalah orang yang terputus bekalnya dan juga termasuk orang yang bermaksud melakukan perjalanan yang tidak mempunyai bekal. Keduanya diberi zakat untuk memenuhi kebutuhan, karena orang yang bermaksud melakukan perjalanan bukan untuk maksud maksiat.
Adapun hikmah mementingkan ibnu sabil dalam Al Qur’an adalah:
Ada perjalanan yang diperintahkan Islam untuk mencari rizki.
Ada pula perjalanan yang disuruh Islalm untuk mencari ilmu, merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
Ada pula perjalanan yang disuruh Islam untuk berperang di jalan Allah.
Ada pula perjalanan yang disuruh Islam untuk melaksanankan ibadah naik haji.
Meski demikian tidak setiap orang yang menginginkan untuk melakukan perjalanan berhak diberi bagian dari zakat, walaupun tujuan perjalanannya tersebut untuk kemanfaatan tertentu. Adapun syarat-syarat pemberian zakat kepada ibnu sabil adalah sebagai berikut :
Pertama, hendaknya ia dalam keadaan membutuhkan pada sesuatu yang dapat menyampaikannya ke negerinya.
Kedua, hendaknya perjalanannya bukan perjalanan maksiat
Ketiga, pada saat itu tidak ada orang yang mau memberi ia pinjaman
Segala Kebenaran itu datangnya dari Allah. Wallahu ‘alam bi shawab.
Wassalamu`alaikum Warahmatullahi WabarakaatuhNah, Sampai disini sepertinya uraian ku sudah buaa… nyak sekali yaa.. mudah-mudahan bisa difahami dan diamalkan. Oya sekali lagi bahwa kita perlu mengusahakan untuk dapat menunaikan zakat karena itu adalah kewajiban dan sungguh menjadi kebahagiaan tertentu bagi seorang muslim untuk dapat melaksanakan kewajibannya. Contohlah Rasulullah, beliau ketika kecil sudah dapat mencari uang dengan menjadi gembala, ketika remaja sudah pergi ke Negeri Syam berdagang bersama pamannya dan ketika melamar istri pertama beliau, siapa? Betul.. Khadijah, beliau membayar mahar dengan 100 ekor unta (harga satu ekor unta = Rp 5 juta). Dan itu semua atas keringat beliau sendiri.

Komentar

Postingan Populer